Dalam menjalankan setiap pekerjaan, setiap profesi pastilah
memiliki etikanya masing – masing. Etika yang membuat semua pihak yang terlibat
merasa nyaman, aman serta efektif dalam bekerjasama. Namun, sebenarnya sudah
seberapa jauhkan kita mengetahui apa itu etika dan bagaimana penerapannya?
Etika berasal dari bahasa Yunani yaitu “Ethos”.
Dilihat dari dasar atau asal katanya, etika berarti watak kesusilaan atau
adat. Etika sangat berkaitan erat dengan
moral atau yang biasa kita sebut sehari – hari dengan kesopanan.
Sedangkan dalam aplikasinya sehari – hari, etika memiliki
banyak cabang. Salah satunya yaitu etika profesi. Etika profesi sendiri adalah
sikap etis atau nilai moral yang kita terapkan dalam menjalani profesi kita
sehari – hari. Etika profesi dalam berbagai pekerjaan tentu beragam, baik dari
pemaknaan maupun aplikasinya. Namun, secara garis besar etika profesi memiliki
beberapa prinsip. Yaitu :
- Tanggung jawab
- Kebebasan
- Kejujuran
- Keadilan
- Otonomi
Etika profesi yang paling mudah disoroti adalah etika
profesi dalam bidang public relations. Mengapa demikian? Karena hampir setiap
tugas dari public relations berhubungan dengan media, massa, dan kepentingan
informasi orang banyak. Sehingga sedikit saja kesalahan seorang public
relations terutama yang berkaitan dengan etika pasti akan langsung menjadi buah
bibir dan perbicangan hangat di masyarakat yang resikonya adalah nama baik
perusahaan dari seorang public relations itu sendiri.
Kasus Lumpur Lapindo Sebagai Contoh Pelanggaran Etika
Profesi Public Relations
Dalam mempelajari etika profesi, seperti etika profesi dalam
dunia public relations, maka kita dapat mengambil contoh dari beberapa kasus
yang sudah terjadi di sekitar kita. Salah satunya yaitu kasus yang sudah
berlangsung cukup lama yaitu kasus Lumpur Lapindo. Kasus tersebut sudah
berlangsung lebih dari lima tahun. Kasus tersebut memicu banyak kontroversi.
Pada 22 Oktober 2008, PT. Lapindo yang masih dimiliki oleh
Bakrie Group melakukan siaran langsung mengenai hasil penelitian para ahli
dari London. Hasil dari penelitian tersebut adalah, musibah yang terjadi bukan
karena PT. Lapindo, namun karena bencana alam. Siaran tersebut merupakan salah
satu dari sekian banyak cara yang ditempuh untuk mengalihkan pandangan negatif.
Namun, para ahli dari beberapa LSM yang peduli, masih menganggap bahwa musibah
tersebut adalah hasil dari tindakan PT. Lapindo. Sangat disayangkan selain berita palsu tadi, berbagai
cara lain yang ditempuh juga ternyata berbuntut negatif. Seperti diantaranya memecah belah opini masyarakat dengan isu
ganti rugi.
Berdasarkan analisis dari kejadian yang telah diterangkan di
atas, maka dapat dikatakan bahwa PT. Lapindo telah melanggar Kode Etik PR yaitu
Pasal 2 dan Pasal 3. Berkaitan tentang "Penyebaran Informasi" dan "Media
Informasi". Dalam kasus ini, PT. Lapindo
sudah melakuka pelanggaran dimana mereka telah menyampaikan berita yang bias
atau bisa dikatakan tidak benar.
Analisis dan Pendapat Soal Kasus
Sebagai seorang Public Relations memang menjadi tugas kita
untuk membantu perusahaan kita agar nama baiknya terjaga. Namun, dalam hal ini
jika kita melanggar kode etik, justru malah bisa menjadi boomerang bagi
perusahaan itu sendiri. Pasalnya justru perusahaan tersebut akan tercemar nama
baiknya karea dianggap menyebarkan kebohongan publik.
Seyogyanya, sebagai seorang PR, hendaklah mencari jawaban
paling diplomatis dalam menyampaikan kebenaran. Sehingga opini masyarakat bukan
lagi menyerang atau menjatuhkan perusahaan, namun beralih menjadi mendukung dan
membantu perusahaan demi kepentingan bersama.
Komentar
Posting Komentar