PR
atau Public Relation dalam sebuah perusahaan memiliki peran yang sangat
penting. Strategi PR yang baik dapat membantu perusahaan mengembangkan
bisnisnya dengan mudah, menghindari segala ancaman dan memperoleh dukungan dari
berbagai kalangan. Strategi PR yang baik juga mampu mengikat kesetiaan
pelanggan, karyawan, kolega, masyarakat dan berbagai aspek internal dan
eksternal lain yang akan berimbas pada semakin kokohnya pilar perusahaan.
Dalam
sebuah perusahaan, PR memiliki beberapa peran untuk dijalankan. Peran – peran
tersebut terdapat dalam teori yang dikemukakan oleh Dozier. Dimana dalam
teorinya, Dozier menjabarkan peran PR dalam empat tingkatan. Yaitu :
- Teknisi
Komunikasi ( Communication Technician ).Peranan communications technician ini menjadikan praktisi Public Relations sebagai journalist in recident yang hanya menyediakan layanan teknis komunikasi atau dikenal dengan of communication in organization.
- Fasilitator
Komunikasi ( Communication Fasilitator ).Dalam hal ini, praktisi Public Relations bertindak sebagai komunikator atau mediator untuk membantu pihak manajemen dalam hal mendengar apa yang diinginnkan dan diharapkan oleh publiknya.
- Fasilitator
Proses Pemecahan Masalah ( Problem Solving Process Fasilitator ).Peranan praktisi Public Relations dalam pemecahan masalah persoalan Public Relations ini merupakan bagian dari tim manajemen. Hal ini dimaksudkan untuk membantu pimpinan organisasi baik sebagai penasihat ( adviser ) hingga mengambil rindakan eksekusi (keputusan) dalam mengatasi persoalan atau krisis yang tengah dihadapi secara rasional dan profesional.
- Penasehat
Ahli ( Expert Prescriber ).Seorang praktisi Public Relations yang berpengalaman dan memiliki kemampuan tinggi dapat membantu mencarikan solusi dalam penyelesaian masalah hubungan dengan publiknya (Communicator Fasilitator ).
Namun,
hingga kini masih banyak perusahaan yang belum menyadari pentingnya peran PR
dan hanya menempatkan posisi PR pada peran communication
technician. Padahal apabila seorang PR professional diberi kepercayaan
untuk menjalankan fungsinya pada tingkat expert
prescriber bukan tidak mungkin akan membawa kemajuan pesat bagi perusahaan
tersebut.
Contoh
kasus : Krisis Pizza Hut dan Magurame Udon
Kasus
ini terjadi pada pertengahan tahun 2016 lalu. Terkait masalah yang menjerat PT
Sriboga Marugame dan PT Sarimelati Kencana, dimana kedua perusahaan tersebut
adalah perusahaan yag membawahi Pizza Hut dan Magurame Udon. Kasus tersebut
dimulai ketika pada tanggal 4 September 2016 tim investigasi gabungan BBC dan
Tempo memperoleh kiriman berkas dari salah seorang mantan petinggi Sriboga Food
Group yang membocorkan adanya praktik penggunaan makanan yang telah melampaui
masa kedaluwarsa di sebuah jaringan restaurant internasional.
Berdasarkan
pemberitaan oleh BBC Indonesia, PT Sriboga Muragame Indonesia menyangkal dugaan
perpanjangan masa simpan tidak sah tersebut. Kepada Tim BBC-Tempo yang
mendatangi kantornya, Presiden Direktur Sriboga Raturaya, induk Sriboga Food
Group, Alwin Arifin – mengaku bahwa dia telah diperiksa polisi beberapa kali,
namun menyebut dugaan itu tidak benar dan bahkan merupakan fitnah.
Ketika
pemberitaan mulai menyebar dan masuk ke berbagai media sosial, Pihak Pizza Hut
& Marugame Udon kemudian melakukan beberapa langkah-langkah PR antara lain
Standby Statement, Press Conference yang diadakan di Hotel Sultan pada hari
Minggu 4 September 2016, serta Media Visit di pabrik Pizza Hut.
Analisis
Kasus
Pizza Hut tersebut bisa dikaitkan dengan beberapa teori. Yaitu teori dari
Dozier, serta dapat juga dianalisis dengan teori dari Grunig dan Hunt. Jika
dianalisis menggunakan teknik Dozier, Pizza Hut telah meletakkan PR pada peran Problem Solving Facilitator. Dimana
dalam kasus ini, PR dari Pizza Hut di haruskan untuk menemukan celah dan
mengambil langkah untuk menyelasaikan kasus yang sedang menjerat perusahaannya.
PR Pizza Hut tidak hanya menjadi juru bicara dari perusahaan, namun juga
merancang agenda – agenda yang bertujuan untuk memecahkan masala yang sedang
terjadi.
Dalam
memenuhi peran sebagai Problem Solving Facilitator, maka PR dari Pizza Hut
secara tidak langsung juga telah memenuhi peran sebagai Communication
Facilitator. Dimana dalam kasus ini, PR menjadi jembatan antara perusahaan
dengan public dan media. Contohnya dengan menjadi juru bicara mewakili perusahaan.
Melihat
segala langkah yang telah diambil dari perusahaan tersebut, dapat ditemukan
suatu pola dalam kegiatan komunikasinya. Model Public Relation terdapat dalam
teori yang dikemukakan oleh Grunig dan Hunt. Dalam teorinya, Grunig dan Hunt
membagi PR kedalam empat model. Yaitu Press Agentry, Public Information, Dua
arah asimetris, dan dua arah simetris.
Dua
arah asimetris. Kiranya model tersebut adalah model yang digunakan oleh pizza
hut dalam menangani kasus ini. Model dua arah asimetris menitikberatkan pada
segala cara persuasi yang dapat memicu transaksi hingga popularitas dengan
tujuan agar tetap memposisikan public sebagai pihak yang harus berubah sesuai
dengan perusahaan. Model ini dapat dibuktikan dengan melihat tindakan –
tindakan yang dilakukan pizza hut dalam menangani kasusnya. Lebih cenderung
bersifat penolakan tanpa adanya komunikasi dua arah yang harmonis.
Komentar
Posting Komentar